Saturday, April 28, 2007

ILMU HAL

Etika Orang yang Berilmu dan Pelajar , 19 Nov 2006
Diterjemah oleh Muhammad Rosyidin*
Muqaddimah

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan ke hadhirat junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, utusan yang termulya dan penutup para nabi, juga kepada para keluarga beliau serta para Shahabat RA sekalian.
Amma Ba’du. ‘Aisyah RA meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda (yang artinya):

حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى وَالِدِهِ اَنْ يُحْسِنَ اِسْمَهُ، وَيُحْسِنَ مُرْضِعَهُ، وَيُحْسِنُ اَدَبَهُ

“Hak anak terhadap orang tuanya adalah diberi nama yang bagus, diberi ASI, dan diberi pendidikan moral yang bagus”
Hasan Al-Bashri berkata : “Seyogyanya seorang insan berusaha memperbaiki moral pribadinya sepanjang tahun”.
Sufyan bin ‘Uyainah RA berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW merupakan parameter teragung, segala sesuatu seharusnya disesuaikan dengan akhlaq, sejarah kenabian dan petunjuk beliau. Apapun yang sesuai dengan pribadi beliau, berarti perkara itu benar adanya, dan apapun yang bertentangan dengan pribadi beliau, berarti perkara itu merupakan suatu kebathilan”.

Hubaib bin Asy-Syahid RA berpesan kepada puteranya: ”Pergaulilah para ahli fiqih dan pelajarilah tata krama mereka, karena yang demikian itu lebih aku sukai dari pada kamu mempelajari banyak Hadits”.
Ruwaim RA berkomentar: ”Wahai buah hatiku! Jadikanlah ilmumu sebagai garam, dan jadikanlah tata kramamu sebagai tepungnya“.
Ibnu Al-Mubarak berkata : “Kami lebih membutuhkan sedikit tata krama dari pada ilmu yang banyak”.
Imam Syafi’i RA suatu ketika pernah ditanya oleh seseorang, “Apa keinginan Anda dalam hal tata krama?”. Beliau menjawab : “Saya akan mendengarkan satu hal tentang tata krama, kemudian diriku bisa merasakan nikmat atas hal itu”. Orang tersebut bertanya lagi : “Bagaimana cara Anda memperoleh tata krama?”, beliau menjawab : “Saya akan mencari tata krama layaknya seorang ibu yang mencari anak tunggalnya yang hilang”.

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa ketauhidan mendatangkan keimanan, maka barang siapa tidak mempunyai keimanan, maka dia juga tidak mempunyai rasa ketauhidan. Sedangkan keimanan membuat seseorang mentaati syari’at agama, maka barang siapa tidak mentaati syari’at agama, berarti dia tidak mempunyai keimanan maupun ketauhidan. Di sisi lain, penerapan syari’at agama membuat seseorang mempunyai tata krama, maka barang siapa tidak mempunyai tata krama, berarti dia tidak mentaati syari’at agama dan tidak mempunyai keimanan maupun ketauhidan dalam dirinya.

Semua keterangan di atas merupakan penjelasan yang gamblang, pendapat-pendapat yang ditopang oleh cahaya ilham yang terang benderang yang menjelaskan keluhuran posisi tata krama. Yang demikian ini karena semua aktivitas duniawi, baik bersifat nurani maupun jasmani, perkataan maupun perbuatan, tidak akan berguna sama sekali tanpa disertai tata krama yang bagus, sifat yang terpuji dan akhlaq yang mulia. Jika seseorang sudah menghiasi amalnya dengan tata krama pada saat ini, maka hal itu menunjukkan bahwa amal itu juga diterima pada saat nanti. Seorang pelajar membutuhkan tata krama ketika sedang menjalankan studi, sebagaimana guru juga membutuhkan tata krama ketika sedang mengajar.

Mengingat tata krama sudah sampai pada tingkatan di atas, sedangkan sumber-sumber referensinya masih sulit ditemukan. Saya sendiri (penulis : K.H. Hasyim Asy’ari RA) bisa merasakan kebutuhan para pelajar terhadap pelajaran tata krama serta kesulitan mereka untuk mengaplikasikan tata krama tersebut dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, saya bermaksud menyusun risalah kecil ini untuk mengingatkan diriku sendiri maupun para anak-anak yang sedang lalai. Saya memberi judul risalah ini dengan sebutan ”Adabul ’Alim wal Muta’allim”. Semoga Allah SWT memberi kemanfaatan atas keberadaan risalah ini dalam hidupku maupun sesudah hari kewafatanku. Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat pemilik segala kebaikan.







Bab I
Keutamaan Ilmu, ‘Ulama’, Mengajar dan Belajar Ilmu

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujaadilah : 11

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ ج وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (dengan) beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Maksud Ayat di atas adalah Allah SWT akan meninggikan derajat para ‘ulama’ di antara kalian semua dengan beberapa derajat, dikarenakan mereka mampu menyatukan ilmu dan amal sekaligus.

Ibnu ‘Abbas RA berkata : “Derajat para ulama’ di atas kaum mukminin (yang bukan ulama’) dengan selisih 700 derajat. Sedangkan jarak antar derajat adalah sejauh jarak tempat yang ditempuh selama 500 tahun”. Allah SWT berfirman dalam Surat

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلَئِكَةُ وَأُوْلُوْا الْعِلْمِ ... الأية

Allah SWT memulai Ayat di atas dengan menyebut Dzat-Nya sendiri, kemudian menyebut para malaikat dan yang ketiga Dia menyebut para ahli ilmu. Ayat ini sudah cukup untuk menunjukkan kemulyaan, keutamaan, keagungan dan keluhuran para ahli ilmu.

Allah SWT berfirman dalam Surat Faathir : 28

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَؤُا ط إِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Allah SWT berfiman dalam Surat Al-Bayyinah : 7-8

إِنَّ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّلِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةُ . جَزَآئُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا. رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ. ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

Dua Ayat di atas menjelaskan bahwasanya para ulama’ adalah orang-orang yang takut (khusyu’) kepada Allah SWT, sedangkan orang-orang yang takut kepada Allah SWT adalah sebaik-baik manusia. Jadi kesimpulannya, para ulama’ adalah sebaik-baik manusia.
Rasulullah SAW bersabda dalam beberapa Hadits di bawah ini :

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُّفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“ Barang siapa dikehendaki oleh Allah untuk memperoleh kebaikan, niscaya Dia (Allah SWT) akan menjadikan orang itu bisa memahami tentang agama”

اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ

“ Para ulama’ adalah pewaris para Nabi”.
Hadits-hadits di atas kiranya sudah cukup untuk menunjukkan keagungan, keluhuran, kemulyaan derajat para ulama’. Jika sudah tidak ada lagi posisi di atas derajat kenabian, berarti tidak ada lagi yang lebih mulya dari pada posisi para pewaris para Nabi.

Tujuan ilmu adalah pengamalan ilmu dalam kehidupan nyata. Amaliah ilmu merupakan buah ilmu, manfaat kehidupan, dan bekal untuk kehidupan akhirat. Barang siapa memperoleh ilmu, berarti dia beruntung, dan barang siapa tidak mempunyai ilmu, sungguh rugi orang tersebut.

Pada suatu ketika, Rasulullah SAW ditanya tentang derajat dua orang, orang pertama merupakan ahli ibadah (tapi tidak berilmu) sedangkan orang kedua merupakan ahli ilmu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda dalam beberapa Hadits di bawah ini (yang artinya) :

 “Keutamaan orang berilmu terhadap orang yang ahli ibadah (yang tidak berilmu) seperti halnya keutamaanku terhadap orang-orang yang paling rendah di antara kalian”.

 Barang siapa berjalan pada suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah SWT akan menjalankan dia pada suatu jalan dari sebagian jalan-jalan menuju surga.

 Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun wanita. Dan orang yang menuntut ilmu akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, bahkan ikan hiu di laut.

 Barang siapa pergi untuk menuntut ilmu, niscaya para malaikat akan mendo’akannya dan memintakan keberkahan dalam kehidupan orang tersebut.

 Barang siapa pergi ke masjid semata-mata untuk mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkan suatu kebaikan, maka dia akan memperoleh pahala layaknya pahala haji yang sempurna

 Orang yang berilmu dan orang yang pelajar itu seperti jari-jemari ini – Rasulullah SAW menghimpun antara jari telunjuk dengan jari di sampingnya – dalam hal memperoleh pahala yang sama, dan tidak ada kebaikan (yang lebih utama) pada manusia lain di luar mereka berdua

 “Jadilah engkau sebagai orang alim, orang yang belajar, orang yang mendengar, atau orang yang menggemari mereka, dan janganlah engkau menjadi orang kelima (orang yang tidak mau melakukan 4 hal di atas), karena engkau akan rusak”

 Pelajarilah ilmu dan ajarkanlah kepada para manusia

 Jika kalian semua melihat pertaman surga, maka datangilah!.

Kemudian Nabi SAW ditanya: ”Wahai Rasulullah. Apa yang dimaksud dengan pertamanan surga?”. Beliau menjawab: Yaitu majlis dzikir.
Syaikh ‘Atho’ berpendapat bahwa yang dimaksud di sini adalah majlis-majlis yang membahas tentang hukum halal-haram, bagaimana tata cara jual-beli, sholat, zakat, haji, menikah, bercerai, dsb.

 Pelajarilah ilmu dan amalkanlah ilmu itu
 Pelajarilah ilmu dan jadilah seorang ahli ilmu
 Pada hari qiyamat akan ditimbang (pada timbangan amal); tinta para ulama’ dan darah para syuhada’
 “Tidak ada yang lebih utama ketika menyembah Allah, melebihi penyembahan yang disertai pemahaman agama. Seorang ahli ilmu agama lebih berat godaannya bagi syaitan dari pada 1000 ahli ibadah (yang tidak berilmu)”
 Ada tiga orang yang bisa memberi syafa’at pada hari qiyamat: para nabi, para ulama’ dan para syuhada’

 Diriwayatkan bahwa pada hari qiyamat para ulama’ akan berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya

 Al-Qadhi Husain juga menukil sebuah Hadits bahwa telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW bahwasanya beliau pernah bersabda (yang artinya): barang siapa menyukai ilmu dan ulama’, maka segala kesalahannya tidak akan dicatat sepanjang kehidupannya

 Al-Qadhi Husain juga menukil suatu Hadits bahwa telah
diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda (yang artinya): barang siapa sholat (makmum) di belakang orang alim, maka seakan-akan dia telah sholat (makmum) di belakang nabi, dan barang siapa sholat di belakang nabi, maka sungguh dia telah diampuni

Dalam Hadits yang diriwayatkan Abu Dzar RA terdapat keterangan bahwasanya mendatangi majlis dzikir (ilmu) lebih utama dari pada shalat 1000 roka’at, berta’ziyah pada 1000 jenazah maupun menjenguk 1000 orang yang sakit.

Sayyidina Umar bin Khatthab RA berkata: Sesungguhnya seorang laki-laki keluar rumah dalam keadaan memikul dosa seberat gunung-gunung di Tihamah. Kemudian dia mendengarkan (pengajian) orang alim, lalu dia merasa takut dan memohon dosa-dosanya dicabut (oleh Allah SWT), maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak ada dosa pada dirinya. Jadi, janganlah kalian mengabaikan majlis-majlis para ulama’, karena sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan sejengkal tanah pun di permukaan bumi ini yang lebih mulya dari pada majlis-majlis para ulama’.

Asy-Syarmasahiy Al-Maliky menukil sebuah Hadits dari Nabi SAW dalam permulaan kitabnya yang berjudul Nadzam Ad-Durar (yang artinya): Nabi SAW bersabda: barang siapa menghormati orang alim, maka sesungguhnya dia telah mengagungkan Allah SWT. Dan barang siapa merendahkan orang alim, maka sesungguhnya dia telah merendahkan Allah SWT dan Rasul-Nya

Sayyidina ‘Ali Karramallahu Wajhahu berkata : “Kemulyaan ilmu sudah cukup tergambarkan pada orang yang mengaku berilmu, padahal dia tidak berilmu. Dan hina – dinanya kebodohan sudah tercitrakan pada orang bodoh yang mengelak dari kebodohannya, padahal dia sungguh-sungguh bodoh”. Dalam sebuah sya’ir disebutkan:

 Sudah tampak kemulyaan ilmu oleh pengakuan orang bodoh yang bergembira jika dia disebut berilmu
 Dan sudah jelas rendahnya kebodohan ketika orang bodoh berkata sesungguhnya saya takut dan marah jika disebut bodoh

Ibnu Az-Zabir berkata : “Abu Bakar RA pernah kirim surat kepadaku pada saat saya sedang berada di Irak. Isi surat tersebut adalah ‘Wahai buah hatiku, hendaklah engkau senantiasa menuntut ilmu. Sesungguhnya jika engkau dalam keadaan fakir, maka ilmu itu akan membuatmu kaya (tidak butuh sesuatu yang lainnya), dan jika engkau kaya, ilmu akan menjadi penghias dirimu’.”

Wahab bin Munabbih berkata: ilmu itu akan bercabang sebuah kemulyaan meskipun pemiliknya adalah orang yang hina, akan bercabang sebuah keluhuran meskipun pemiliknya orang yang terhina, akan bercabang ibadah meskipun pemiliknya orang yang jauh (dari Allah SWT), akan bercabang sebuah kekayaan meskipun pemiliknya adalah orang yang fakir, dan akan bercabang kewibawaan meskipun pemiliknya adalah orang yang hina-dina. Lalu Wahab bin Munabbih menembangkannya dalam sya’ir berikut ini (yang artinya);

 Ilmu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak kejayaan, dan orang yang berilmu akan dipelihara dari kerusakan

 Wahai orang yang berilmu. Berhati-hatilah. Jangan engkau kotori ilmumu dengan perkara-perkara yang merusak, karena tiada yang bisa menggantikan kedudukan ilmu

 Ilmu itu bisa mengangkat rumah yang tak bertiang, sedangkan kebodohan akan merobohkan rumah keluhuran dan kemulyaan

Abu Muslim Al-Khaulany RA berkata: Ulama’ di bumi ini ibarat bintang-bintang di langit. Jika bintang itu kelihatan oleh manusia, maka mereka akan memperoleh petunjuk, dan jika bintang-bintang itu tersamar oleh manusia, maka mereka akan bingung. Selanjutnya Abu Muslim membuat sya’ir yang semakna dengan keterangan di atas;

 Berjalanlah bersama ilmu ke manapun ilmu itu berjalan. Bukalah pemahaman setiap orang dengan ilmumu

 Ilmu akan menjadi penerang bagi hati dari kebutaan. Ilmu sudah pasti bisa menolong agama ini

 Bergaullah dengan para ahli ilmu dan bertemanlah dengan orang-orang pilihan di antara mereka. Berteman dengan mereka merupakan suatu perhiasan, sedangkan bergaul dengan mereka akan membawa manfaat yang banyak
 Jangan pernah mengalihkan pandanganmu dari mereka. Karena mereka ibarat bintang-bintang petunjuk, yang mana jika ada satu bintang yang tersamar, niscaya ada bintang lain yang tampak bagimu
 Demi Allah. Seandainya tidak ada ilmu, niscaya petunjuk tidak akan jelas dan setiap perkara yang samar tidak akan kelihatan tanda-tandanya.

Ka’ab Al-Ahbar RA berkata: Seandainya pahala majlis ulama’ itu terlihat oleh manusia, tentu mereka akan saling berperang memperebutkan majlis tersebut. Bahkan orang yang mempunyai pangkat pun akan rela meninggalkan semua jabatannya, begitu juga dengan para penghuni pasar akan rela meninggalkan pasar-pasar mereka.

Sebagian dari ulama’ salaf berkata: ”Sebaik-baik pemberian adalah akal dan seburuk-buruk musibah adalah sifat bodoh”.

Sebagian dari ulama’ salaf juga berkata: Ilmu itu akan menjaga seseorang dari godaan syaitan, menjadi benteng dari godaan orang-orang yang iri hati, dan akan menjadi bukti kemampuan akal seseorang. Hal ini kemudian disya’irkan dalam bait-bait berikut ini;
 Alangkah bagus akal, dan alangkah terpujinya orang yang berakal. Alangkah hinanya kebodohan dan alangkah tercelanya orang yang bodoh
 Tidak perlu menghina seseorang dalam perdebatan, jika suatu ketika kebodohan akan menghancurkannya ketika ditanya tentang suatu hal
 Ilmu adalah perkara yang termulya yang diperoleh seseorang. Barang siapa tidak berilmu, sebenarnya dia bukan manusia sejati
 Pelajarilah ilmu dan amalkanlah ilmu itu wahai saudara kecilku. Sesungguhnya ilmu akan menjadi perhiasan bagi orang yang mengamalkan ilmunya

Mu’adz bin Jabbal RA meriwayatkan sebuah Hadits (yang artinya): palajarilah ilmu, karena belajar ilmu merupakan perbuatan baik, menuntut ilmu adalah ibadah, menghafal ilmu adalah tasbih, mendiskusikan ilmu adalah jihad, menyampaikan ilmu adalah ibadah, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui merupakan shodaqoh.

Fudhail bin ’Iyadh RA berkata: orang alim yang mengajarkan ilmunya akan di panggil dengan gelar kebesaran di cakrawala langit

Sufyan bin ’Uyainah RA berkata: manusia yang paling luhur derajatnya di sisi Allah SWT adalah orang yang berada di antara Allah SWT dan para hamba-Nya, yaitu para nabi dan para ulama’

Sufyan bin ’Uyainah RA juga berkata: Tidak ada seorang pun di dunia ini yang diberikan sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian. Dan tidak ada satu pun yang lebih mulya setelah derajat kenabian, melainkan ilmu dan fiqih. Kemudian Sufyan RA ditanya: Dari mana perkataan ini Anda peroleh?, Sufyan RA menjawab: dari seluruh ahli fiqih.

Imam Syafi’i RA berkata: Jika saja para ahli fiqih yang telah mengamalkan ilmunya bukan termasuk waliyullah, niscaya Allah SWT tidak akan mempunyai wali (orang yang dikasihi) lagi.

Ibnu Al-Mubarak RA berkata : “Seseorang akan senantiasa disebut alim apabila dia selalu mencari ilmu, apabila dia sudah merasa sudah alim, maka sebenarnya dia itu dalam kebodohan”.

Waki’ RA berkata : “Seseorang belum bisa disebut alim sebelum mendengar ilmu dari orang yang lebih tua darinya, dari orang yang seusia dengannya, dan dari orang yang lebih muda darinya”.

Sufyan Ats-Tsauri RA berkata: Perkara-perkara yang menakjubkan sudah merata, namun pada akhir zaman akan lebih merata lagi. Bencana-bencana sudah banyak terjadi, namun bencana dalam masalah agama akan lebih banyak lagi. Musibah-musibah adalah hal yang berat bagi kita, namun kematian para ulama’ lebih berat dari pada itu. Sesungguhnya kehidupan para ulama’ adalah sebuah rahmat bagi suatu umat, sedangkan kematian para ulama’ akan memperlemah agama Islam.

Dalam kitab Shahih Bukhari – Muslim, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari manusia dengan satu kali cabutan, akan tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan cara mewafatkan ulama’, sampai tidak tersisa lagi orang yang alim, sehingga manusia menunjuk pemimpin yang bodoh lagi dungu, kemudian jika para pemimpin ini ditanya, mereka akan menjawab dengan tanpa disertai ilmu, sehingga mereka akan sesat dan menyesatkan”.






Pasal

Semua keterangan tentang keutamaan ilmu dan orang yang berilmu di atas mengacu pada para ulama’ yang mengamalkan ilmu mereka, bertingkah laku terpuji lagi bertaqwa, dan mempersembahkan ilmu mereka semata-mata karena Allah SWT dan agar bisa mendekat kepada-Nya di surga. Jadi yang dimaksud di sini bukanlah ulama’ yang bertujuan mencari keduniaan, baik jabatan, harta benda maupun berbangga-bangga dengan banyaknya perngikut atau santri mereka.
Dalam suatu riwayat terdapat beberapa Hadits di bawah ini (yang artinya) :

 “Barang siapa mencari ilmu demi tujuan menjatuhkan martabat ulama’, membantah para fuqaha’, atau mencari penghormatan dari manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”. (HR. At-Tirmidzi).
 “Barang siapa belajar ilmu yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, akan tetapi dia mempelajari ilmu itu dengan tujuan keduniaan, maka orang itu tidak akan pernah mencium bau surga”.
 “Barang siapa mempelajari ilmu dengan tujuan selain Allah SWT atau selain mencari ridho-Nya, maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya di neraka
 “Pada hari qiyamat didatangkanlah orang yang alim, kemudian orang alim itu dilemparkan ke dalam neraka, lalu usus-ususnya tercabik-cabik, dan dia berputar-putar di neraka layaknya keledai yang mengitari batu gilingan. Selanjutnya penghuni neraka yang lain mengelilinginya dan bertanya : “Apa yang terjadi denganmu?”. Orang alim itu menjawab : “Saya telah memerintahkan kebaikan, akan tetapi saya sendiri tidak melaksanakannya. Dan saya melarang perbuatan keji, akan tetapi saya melakukannya”.

Bisyr RA berkata: Allah SWT telah memberi wahyu kepada Nabi Daud AS (yang berbunyi): Jangan engkau jadikan orang alim yang mendatangkan fitnah di antara Aku dan kamu, karena kesombongan orang alim itu akan menjauhkanmu dari rasa cinta-Ku. Mereka adalah para perampok terhadap hamba-hamba-Ku.

Sufyan Ats-Tsauri RA berkata : “Sesungguhnya ilmu dipelajari hanya untuk tujuan bertaqwa kepada Allah SWT, dan keutamaan ilmu dibanding perkara yang lain adalah ilmu digunakan untuk bertaqwa kepada Allah SWT. Apabila tujuan ini tercederai dan niat pencari ilmu telah rusak, misalnya dia bermaksud menjadikan ilmu sebagai sarana untuk menggapai keduniaan, baik berupa harta maupun jabatan, maka tiada lagi pahala yang tersisa baginya dan amalnya menjadi hangus tanpa ada balasan, sehingga jadilah dia sebagai orang yang benar-benar rugi secara nyata”.

Fudhail bin Iyadh RA berkata : “Saya memperoleh keterangan yang menyebutkan bahwasanya para ulama’ yang fasiq dan para penghafal Al-Qur’an akan didatangkan terlebih dahulu pada hari qiyamat sebelum para penyembah berhala”.

Hasan Al-Bashri RA berkata : “Siksanya ilmu adalah padamnya hati”. Kemudian Hasan Al-bashri ditanya ; ‘Apakah yang dimaksud dengan padamnya hati?’, kemudian beliau menjawab : “Mencari duniawi dengan cara beramal ukhrawi”.


Bab II
Tata Krama Pelajar Terhadap Dirinya Sendiri

Pembahasan bab ini mencakup 10 materi kajian, yaitu:

1) Seorang pelajar hendaknya menyucikan hatinya dari segala kedustaan, kotoran hati, prasangka buruk, iri hati, aqidah yang sesat dan akhlaq yang buruk. Semua itu dilakukan demi tujuan agar mudah dalam menerima ilmu, menghafalkannya, mengungkap makna-makna tersembunyi dan mudah memahami pelajaran yang sulit dipaham

2) Membagusi niat dalam mencari ilmu, yaitu mencari ilmu bertujuan semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT, mengamalkan ilmu yang dimiliki, menghidupkan syari'at Islam, menerangi hatinya, menghias nuraninya dan beribadah taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla. Seorang pelajar jangan sampai menuntut ilmu untuk tujuan-tujuan keduniaan, misalnya; untuk memperoleh jabatan, pangkat, harta, mengungguli teman-temannya, agar para manusia menghormatinya, dsb.

3) Bergegas mencari ilmu ketika masih muda dan setiap kali ada kesempatan. Pelajar jangan mudah tergoda bujukan nafsu yang suka menunda-nunda dan berkhayal saja, karena setiap waktu yang sudah berlalu tidak bisa diganti lagi. Pelajar juga harus melepaskan segala hal yang bisa menyibukkan dan merintanginya untuk menuntut ilmu secara sempurna, kemudian dia mengerahkan segala daya upaya dan kemampuannya untuk melakukan hal itu, karena segala hal yang merintangi seseorang dalam menuntut ilmu ibarat perampok-perampok yang menghalangi proses belajar

4) Seorang pelajar hendaknya bersikap qona¡¦ah (menerima apa adanya) terhadap makanan maupun pakaian yang dia miliki. Pelajar seyogyanya mau bersabar atas kondisi ekonomi yang pas-pasan demi memperoleh ilmu yang luas. Pelajar juga sebaiknya mampu menghimpun segala cita-cita yang terpecah-pecah di dalam hatinya agar mengalir sumber-sumber hikmah dari dalam hatinya.
Imam Syafi¡¦i RA berkata: Sungguh tidak beruntung orang yang menuntut ilmu dalam posisinya sebagai orang terpandang dan hidup bermewah-mewahan. Sungguh beruntung pelajar yang menuntut ilmu dalam posisinya sebagai orang yang biasa-biasa saja, hidup sederhana dan mau melayani para ulama¡¦.

5) Seorang pelajar harus mengatur waktunya siang dan malam, serta memanfaatkan sisa-sisa usianya dengan baik, karena usia yang sudah terlewati tidak ada gunanya lagi. Waktu terbaik untuk menghafalkan adalah waktu sahur, sedangkan waktu terbaik untuk berdialog ilmu adalah di pagi hari, waktu terbaik untuk menulis adalah di tengah hari, waktu terbaik untuk belajar dan mengulang kembali pelajaran adalah di malam hari. Sedangkan tempat terbaik untuk menghafal pelajaran adalah di kamar-kamar dan di setiap tempat yang jauh dari hal-hal yang melalaikan. Tidak baik menghafalkan pelajaran di tempat yang penuh dengan pepohonan, penuh tanaman, di dekat sungai-sungai, maupun tempat-tempat yang bising oleh suara-suara

6) Seorang pelajar hendaknya menyedikitkan makan dan minum, karena kekenyangan bisa membuatnya malas beribadah dan membuat tubuhnya merasa berat melakukan aktivitas. Di antara manfaat sedikit makan adalah badan yang sehat dan jauh dari berbagai penyakit jasmani, karena penyebab dari penyakit jasmani adalah banyaknya makan dan minum. Ada sebuah sya¡¦ir yang semakna dengan keterangan di atas;
ƒÔ Sesungguhnya penyakit yang paling banyak engkau ketahui adalah disebabkan makanan dan minuman
Menyedikitkan makan dan minum juga bisa membersihkan hati dari sikap semena-mena dan sombong. Ingat!, tidak seorang pun dari para waliyullah, para imam maupun para ulama¡¦ pilihan yang mempunyai sifat atau disifati sebagai orang yang banyak makan. Tidak ada yang bisa dipuji dari orang yang banyak makan, hanya binatang yang tak berakal dan digunakan untuk bekerja saja yang dipuji jika makannya banyak

7) Seorang pelajar hendaknya memilih sikap wira¡¦i dan hati-hati dalam segala tingkah-lakunya. Pelajar harus berusaha keras untuk memperoleh perkara yang halal-halal saja, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan segala kebutuhannya yang lain. Tujuannya adalah agar hatinya menjadi terang dan mudah menerima ilmu dan cahaya ilmu, sehingga ilmu yang diperoleh menjadi ilmu yang bermanfaat. Seorang pelajar sebaiknya menggunakan kemurahan-kemurahan yang telah diberikan oleh Allah SWT jika memang diperlukan dan ada sebab-sebabnya, karena Allah SWT ridho jika kemurahan-kemurahan-Nya dilakukan oleh para hamba-Nya sebagaimana Dia ridho jika perintah-perintah-Nya ditaati oleh para hamba-Nya

8) Seorang pelajar lebih baik menyedikitkan makan makanan yang bisa menyebabkan kebodohan dan melemahkan kinerja panca indera. Misalnya; buah apel yang masam, kacang-kacangan, dan minum cuka. Begitu juga mengkonsumsi makanan-makanan berlendir yang bisa memperlemah kinerja otak dan menambah berat badan, misalnya; banyak makan susu, ikan laut, dsb. Para pelajar sebaiknya juga menghindari hal-hal yang biasaya menimbulkan sifat lupa, misalnya; makan makanan bekas gigitan tikus, membaca batu nisan kuburan, berdiri di antara dua ekor unta yang berdiri sejajar, serta membuang kutu rambut dalam keadaan hidup-hidup

9) Seorang pelajar seharusnya menyedikitkan tidur sepanjang tidak berdampak buruk pada kondisi tubuh dan akalnya. Dalam sehari-semalam, pelajar maksimal tidur dalam waktu 8 jam, yaitu setara dengan 1/3 hari. Seorang pelajar diperkenankan untuk mengistirahatkan dirinya, hati, akal dan indra penglihatannya apabila dia sudah merasakan kelelahan. Pelajar boleh memulihkan kondisi tubuhnya dengan cara berekreasi dan bersantai-santai di tempat-tempat rekreasi sekira rekreasi tersebut memang benar-benar bisa memulihkan kondisi tubuhnya menjadi bugar kembali, bukan justru semakin melelahkannya.

10) Meninggalkan pergaulan. Pergaulan yang dilarang di sini adalah pergaulan yang lebih banyak menyita waktu untuk bermain-main saja dan tidak banyak mengasah pikiran pelajar. Apabila seorang pelajar memang benar-benar butuh bergaul, maka sebaiknya dia mencari shahabat yang berkepribadian baik, kuat agamanya, bertaqwa, wira¡¦, bersih hatinya, banyak berbuat baik dan jarang berbuat buruk, mempunyai harga diri yang bagus, anti pertengkaran, mau mengingatkan apabila si pelajar sedang lalai, serta mau membantu si pelajar.

No comments: