Tuesday, March 19, 2013

Sebuah Cermin

Suatu hari Fulan datang kehadapanku, kurang begitu jelas bagaimana dia bisa sampai ke majelis ini. Dia telah bergabung ke dalam majelis ini cukup lama, berawal dari hanya ikut dan mendengarkan, aktif dalam musyawarah, juga rajin membantu jamaah lain di dapur untuk sekedar menyeduh teh, kopi, juga menghidangkan makanan untuk jamaah lain. Si Fulan tampak semangat menceritakan kisahnya dari awal bergabung dengan majelis ini.
Hingga di akhir ceritanya, raut mukanya sedikit berubah. Dengan perlahan dan penuh harap dia sampaikan keluh kesahnya. Sekian lama bergabung dengan majelis ini, dia merasa belum memperoleh apa yang selama ini dia cari. Dia merasa masih jauh dari Allah, masih belum ada yang berubah dalam hidupnya. Dia ingin memiliki kelebihan, dia ingin mendapatkan karomah, dia ingin dibukakan tabir alam gaib, dia ingin banyak hal yang sampai saat ini belum didapatkannya. Dia memohon petunjukku, bagaimana untuk meraihnya agar amal-amalnya selama ini membuahkan hasil.
Tertegun aku akan kejujuran pemuda ini, namun tak satupun ilmuku cukup tinggi untuk menjawab hajatnya. Sehingga kusampaikan apa adanya bahwa aku tak bisa membantunya.
"Tolong... tolonglah hamba..." katanya lirih.
Tak kuasa menahan rasa iba, diawali taawudz & basmalah, aku bacakan sepenggal kalimat.
Si Fulan tersenyum puas, seketika dia mencium punggung dan telapak tanganku, berucap terimakasih seraya mohon pamit untuk kembali ke keluarganya.Kubalas salamnya yang penuh semangat dengan senyuman tipis, hingga kulihat sorot lampu mobilnya menghilang di balik pepohonan.

Setelah kejadian malam itu, lama Fulan tak kelihatan. Kabar yang kudengar dia dipindah tugaskan ke ibukota oleh perusahaan tempat dia bekerja. Kudengar pula dia masih aktif menjalankan pengajian, dan konon tak sedikit jamaah yang mengikuti majelisnya. Bahkan satu-dua kabar burung mengungkapkan kalau si Fulan kini terkenal sebagai kyai berkaromah.

Genap dua tahun sejak terakhir kali Fulan hadir disini. Malam ini kulihat sebuah mobil ber plat nomor B parkir di halaman. Tampak tergopoh-gopoh Fulan meniti kanopi ke teras rumah lalu mengucap salam sambil melangkah masuk. Kupersilahkan dia duduk dan kutanyakan kabarnya.
"Ilmu apa yang kau ajarkan padaku?" tanya Fulan, tanpa menjawab pertanyaanku. Tak kumengerti kemana arah pertanyaan dia, hingga dia menceritakan kisahnya selama dua tahun ini.

Malam itu, setelah berpamitan dari rumah ini Fulan bertekad dalam hatinya untuk mengamalkan kalimat itu. Setiap senggang, setiap duduk wirid, setiap selepas sholat, dan setiap dia ingat dia baca kalimat itu dalam hati. Kurang lebih ratusan kali dalam sehari dia baca kalimat itu dan tetap merahasiakannya dari orang lain. Pada bulan ketiga Fulan menemui sesuatu yang berbeda. Fulan mulai melihat hal yang berbeda di wajah setiap orang. Kadang kala dia menyaksikan cahaya memancar dari seseorang, kadang dia melihat sosok seseorang mirip dengan binatang, dan di beberapa orang dia melihat wajah yang sama seperti sebelumnya.
Dia ceritakan pada orang-orang, bahwa si A yang penghafal Qur'an dan tekun mengamalkannya, wajahnya bercahaya dan menerangi sekitarnya. Juga si B yang sering mengumpat, menampakkan sosok kera bertaring panjang dan sebagainya.
Lambat laun orang-orang mendatangi dan meminta untuk dibaca oleh si Fulan, apakah yang bersangkutan tergolong orang baik atau bukan. Hingga lama kelamaan majelis si Fulan ramai jamaahnya dari berbagai kalangan. Fulan semakin terkenal menjadi kyai ber-karomah.

Usai menceritakan kisahnya selama dua tahun terakhir, fulan menjelaskan maksud kedatangannya kesini. Pagi ini ketika Fulan hendak berangkat kerja, tak sengaja dia melihat sosok yang aneh di spion mobilnya. Dia tidak sadar, selama dua tahun ini dia tak pernah melihat sosoknya sendiri di cermin dan ketika dia melihat wajahnya, terbelalaklah kedua mata si Fulan. Fulan menemui wajah anjing begitu jelas di balik cermin itu. Seketika dia telfon kantornya untuk ijin, dan lalu memacu mobilnya menuju kesini.

"Ilmu apa yang kau ajarkan padaku?" kembali Fulan mengulangi pertanyaannya. "Darimana kau dapatkan kalimat itu?"

Sembari tersenyum aku berdiri menuju pintu kamarku, kuraih mushaf Al-Qur'an di ventilasi pada bagian atas kusen pintu dimana aku selalu meletakkan mushaf-mushafku. Kusodorkan mushaf itu padanya, "buka al-kahfi ayat 19" kataku. Dengan penuh keheranan dia buka lembar demi lembar, hingga menemukan ayat yang dimaksud sembari bertanya "kalau kalimat itu sebuah ayat dari Al Qur'an, kenapa mengamalkannya membuatku seperti ini?"

"Fulan, dengan dibukakanya mata batinmu, bukan serta-merta akibat dari amalan yang kau kerjakan, dengan mengamalkan sesuatu, bukan serta merta terbuka mata batinmu. Semua ini terjadi akibat nafsumu, nafsu untuk memiliki kelebihan, nafsu untuk memiliki keunggulan, nafsu untuk memperoleh hasil yang bisa kau rasakan. Padahal selama ini, sebenarnya hasil itu sudah kau dapatkan. Istiqomahmu dalam bermajelis itu karomah yang begitu luar biasa. Namun nafsumu menutup semuanya. Malam itu aku hendak berpesan kepadamu untuk bertutur kata yang santun, dan menjaga perihalmu dari orang lain, sebagaimana arti dari ayat itu. Karena malam itu kamu akan meninggalkan kahfi (gua) dari kota ini menuju ibukota. Dan disana banyak hal yang akan kamu hadapi, termasuk ujian ini"

No comments: