Friday, June 5, 2009

Akhir Perjalanan Seorang Sufi

sosok Ayah, Papa, dan Bapak sangat melekat erat di seorang Hari Budiharso ayahanda tercinta yang baru saja dipanggil ke hadirat Allah SWT
beliau dilahirkan di semarang pada 25 Februari 1959 di tengah-tengah sebuah keluarga sederhana. putra dari alm bapak Rustam Dharmowiyono dan alm ibu Amisah.
telah banyak kisah yang beliau lalui semasa hidupnya. berjualan sambil sekolah sudah dijalaninya selama bertahun-tahun untuk meringankan beban orang tuanya. bahkan semasa liburan SLTP beliau beberapa kali mengembara ke ibukota hanya berbekal caping dan cangkul, mencari gedung yang sedang dibangun sebagai kuli bangunan. entah sudah berapa gedung di jakarta yang ikut beliau bangun dan masih berdiri kokoh hingga kini.
masa-masa SMU beliau lalui dengan penuh kesederhanaan, mencuci bajaj merupakan kegiatan sehari-hari beliau untuk sekedar mendapatkan uang saku beberapa rupiah. beliau mengaji Al-Qur'an tidak dengan cuma-cuma. entah sudah berapa pikul air beliau bawa dari sumur untuk memenuhi bak mandi santri demi memperoleh ilmu agama yang beliau pegang teguh hingga akhir hayatnya. seember demi seember penuh pengabdian dan dedikasi demi menjadi muslim yang kafah.
beliaulah yang mengajarkanku untuk berkreasi, berimajinasi semenjak aku masih kecil dan baru mengenal kata-kata. beliau bimbing jiwa kecil ini untuk berfikir dan berkarya sejak dini. hal ini merupakan pembelajaran pertama dan utama di awal-awal usiaku.
setelah aku mampu berpikir, membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar, dia tanamkan keimanan padaku. beliau tunjukkan bahwa yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. beliau buka mata hatiku untuk sebuah kejujuran, sebuah ketulusan, dan kesungguhan hati dalam menghambakan diri padaNya sebagai pondasi keimanan tuk menghadapi dunia nantinya.
pendewasaan diriku tak pernah lepas dari bimbingan beliau. disiplin dan tanggung jawab merupakan sesuatu yang selalu beliau tanamkan dalam setiap langkah pendewasaan diri ini. setiap perbuatan, setiap keputusan, setiap langkah yang kuambil harus bisa dipertanggung jawabkan, minimal pada diri sendiri. demikian pula halnya dengan kedisiplinan yang bersumber dari kejujuran hati. beliau tak henti-hentinya mencontohkan bagaimana bersikap jujur dan disiplin dalam setiap aspek kehidupan. bagaimana ber etos kerja tinggi dan meraih prestasi. bagaimana menjadi pemimpin yang mengayomi seluruh peranan dalam kepemimpinan, mencengkeram erat seluruh posisi dalam organisasi agar dapat bekerja keras dengan penuh keikhlasan. bagaimana membawa sebuah institusi menuju perubahan yang lebih baik.
setelah aku beranjak dewasa, beliau mulai ajarkan strategi dalam hidup. bagaimana kita bertahan dalam cobaan, menangkis setiap serangan, dan kembali pada kuda-kuda. selalu pertahankan pondasi dan kuda-kuda, dan di saat yang tepat bersiap untuk menyerang balik pertahanan musuh.
bersamaan dengan bimbingan-bimbingan tentang hakikat kehidupan, beliau tak pernah lupa menanamkan keislaman pada jiwa ini. baik syari'ah, hakikat hikmah, dan thoriqoh beliau tanamkan secara utuh dan seimbang demi keislaman yang seutuhnya. semua hanya demi mengharap ridhoNya...
kamis lalu, 4 Juni 2009 beliau menghembuskan nafas terakhirnya. mungkin ini akhir perjalanan beliau di dunia, akhir perjalanan seorang sufi yang mencurahkan segenap pikiran dan tenaganya untuk ibadah.
namun ilmu dan bekal yang beliau tinggalkan akan selalu mewarnai dunia ini.

selamat jalan ayahanda tercinta...

mengutip Qur'an surat Ali Imran Ayat 169-170
"Janganlah kamu mengira bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya pada mereka. dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati"

No comments: